Surjan Pakaian Khas Adat Jawa
Surjan adalah nama model busana khas Jawa, yang pola rancangannya diambil dari pola sikap tangan orang yang siaga menghadapi serangan lawan, yaitu tangan bersilang di depan dada. Garis silang kedua lengan yang bertumpu itu diambil sebagai garis tepi kain belahan dada pakaian, dengan ujung atas lengan yaitu titik ujung jari tengah menjadi dua titik tempat kancing baju; dan bentuk ujung siku tangan bersilang itu sebagai ujung juntai pakaian. Hanya ada dua kancing (benik) pengikat di bagian depan atas yang runcing menjuntai diperpanjang ke bawah, hingga batas bagian depan selangkang kedua kaki. Pola pakaian adat itu melambangkan perisai pelindung dada hingga alat vital (kemaluan) sebagai etika dan estetika susila. Sedang bagian belakang pakaian hingga sebatas di atas pantat. Kata surjan merupakan bentuk tembung garba (gabungan dua kata atau lebih, diringkas menjadi dua suku kata saja) yaitu dari kata suraksa-janma (menjadi manusia).
Jenis dan motif kain yang digunakan untuk membuat surjan tersebut bukan kain polos ataupun kain lurik buatan dalam negeri, tetapi kain sutera bermotif hiasan berbagai macam bunga, yang dalam bahwa Jawa disebut ontrokusuma. Surjan ontrokusuma hanya khusus sebagai pakaian para bangsawan Mataram, sedangkan pakaian seragam bagi aparat kerajaan hingga prajurit, surjan seragamnya menggunakan bahan kain lurik dalam negeri, dengan motif lurik (garis-garis lurus). Untuk membedakan jenjang jabatan/kedudukan pemakainya, ditandai atau dibedakan dari besar-kecilnya motif lurik, warna dasar kain lurik dan warna-warni luriknya. Semakin besar luriknya berarti semakin tinggi jabatannya; atau semakin kecil luriknya berarti semakin rendah jabatannya. Demikian pula warna dasar kain dan warna-warni luriknya akan menunjukkan pangkat (derajat/martabat) sesuai gelar kebangsawanannya.
Kesaksian akan adanya informasi busana surjan ontrokusuma, dapat dilacak dari ceritera rakyat yang hingga kini masih didongengkan secara turun-temurun oleh rakyat di sepanjang pantai selatan Kabupatan Cilacap (dahulu kala bernama Merden).Diceriterakan: Kala Sultan Agung mempersiapkan penyerangan ke Batavia tahun 1928, rakyat disepanjang daerah Merden (pesisir selatan) Kabupaten Banyumas, menyaksikan adanya seorang pangeran dari Mataram yang selalu berpakaian surjan ontrokusuma, surjan bermotif hiasan berbagai macam bunga. Tidak ada yang tahu siapa nama bangsawan tersebut, maka rakyat setempat menyebutnya sebagai Pangeran Ontrokusuma. Beliau bertugas sebagai koordinator pengumpulan persediaan bahan pangan untuk logistik bagi pasukan yang akan menyerbu Batavia, bahan pangan itu dikirimkan ke Karawang, Cirebon. Sedang pasukan dari Kabupaten Banyumas dipimpin oleh Bupati Banyumas, Tumenggung Mertayudha.